Now Playing

21 Mar 2012

Pola Pikir Manusia


A.Persepsi
Persepsi adalah proses aktif dari manusia dalam memilah, mengelompokkan, serta memberi makna pada informasi yang di terimanya.
Persepsi bukanlah hasil penjumlahan bagian-bagian yang diindera seseorang, tetapi lebih dari itu merupakan keseluruhan [the whole]. Teori Gestalt menjabarkan beberapa prinsip yang dapat menjelaskan bagaimana seseorang menata sensasi menjadi suatu bentuk persepsi.

Dalam teori gestalt ada yang disebut prinsip “Figure and Ground”. Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia, secara sengaja maupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana yang menjadi fokus atau bentuk utama [=figure] dan mana yang menjadi latar [=ground]. Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Merupakan tokoh dari teori ini yang menyimpulkan bahwa:
“Seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh”. Contoh Kasus
Apabila sedang berada di dalam kelas di depan ada seorang dosen yang sedang mengajar dan di dekatnya ada White Board, Laptop, LCD, Meja, Kursi dll. Menurut anda mana yang menjadi Figure atau latar belakangnya ?
Dari masalah diatas, yang menjadi Figure atau mana yang menjadi Ground tergantung dari orang mempersepsikan keadaan tersebut atas apa stimulus yang ia terima. Kalau menurut saya, apabila saya mempersepsikan keadaan tersebut sedang melakukan aktivitas belajar, maka yang menjadi Figure adalah dosen yang sedang ada didepan dan yang lainnya adalah sebagai Ground.
Namun seringkali terjadi kesalahan persepsi, dalam kasus diatas seringkali seorang mahasiswa terjebak dalam keadaan yang membuatnya salah mempersepsikan terhadap stimulus yang ada, misalnya mahasiswa lebih tertarik menjadikan salah satu benda yang ada didepannya sebagai figure, hal ini sering kali terjadi karena persepsi seseorang dipengaruhi oleh ketersediaan informasi sebelumnya, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya.
B. Emosi
Emosi ialah suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjusment terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
Peter Salovey dan John D. Meyer adalah orang yang pertama-tama mengenalkan istilah kecerdasan emosi. Mereka menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengerti emosi, menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran, mengenal emosi dan pengetahuan emosi, dan mengarahkan emosi secara reflektif sehingga menuju pada pengembangan emosi dan intelektualitas. Menurut mereka, terdapat empat tahapan keterampilan emosi untuk mencapai kecerdasan emosi. Masing-masing dari empat tahapan kecerdasan emosi itu memiliki empat hal. Berikut penjelasannya masing-masing.
Tahap 1. Persepsi, penilaian, ekspresi emosi.
Tahap pertama ini terdiri dari empat hal :
• Mampu mengenal emosi secara fisik, rasa, dan pikir. Artinya seseorang mampu mengenali emosi yang terwujud dalam ekspresi fisik, dalam perasaan yang dirasakan, dan yang ada dalam pikiran.
• Mampu mengenal emosi pada orang lain, desain, karya seni dan lainnya melalui bahasa, bunyi, penampilan dan perilaku. Artinya, selain mampu mengenali emosi orang lain, juga mampu mengenali emosi yang tergambar dalam sebuah cerita atau musik, mengenali emosi yang diekspresikan tokoh dalam lukisan dan lainnya.
• Mampu mengekspresikan emosi secara tepat dan menunjukkan kebutuhan yang terkait dengan perasaannya.
• Mampu membedakan ekspresi perasaan yang tepat dan yang tidak tepat, antara jujur dan yang tidak jujur. Seseorang tahu bahwa ekspresi emosinya jujur atau tidak. Juga tahu orang lain jujur atau tidak. Begitu juga tahu apakah emosinya dalam suatu situasi tepat atau tidak. Misalnya tahu bahwa dalam upacara pernikahan tidaklah tepat jika bersedih.
Tahap 2. Fasilitasi emosi untuk berpikir
Tahap kedua ini terdiri dari empat hal yaitu :
• Emosi memberikan prioritas pada pikiran dengan mengarahkan perhatian pada informasi yang penting. Misalnya menghindar bahaya lebih penting karena itu takut datang.
• Emosi cukup jelas dan tersedia sehingga emosi tersebut dapat digunakan sebagai bantuan untuk menilai dan sebagai ingatan yang berhubungan dengan rasa.
• Perubahan emosi mengubah perspektif individu dari optimis menjadi pesimis, mendorong untuk mempertimbangkan berbagai pandangan.
• Emosi mendorong adanya pembedaan pendekatan khusus dalam pemecahan masalah. Misalnya saat bahagia akan mendorong lebih kreatif.
Tahap 3. Pengertian dan penguraian emosi; penggunaan pengetahuan emosi.
Tahap ketiga ini terdiri dari empat hal, yaitu:
• Mampu memberikan label emosi dan mengenal hubungan antara berbagai kata dan emosi itu sendiri. Misalnya hubungan antara
• Mampu untuk mengartikan bahwa emosi berkaitan dengan hubungan. Misalnya marah terkait dengan gangguan, sedih terkait dengan kehilangan, takut terkait dengan ancaman, dan lainnya.
• Mampu mengerti rasa yang kompleks. Misalnya mampu memahami terdapatnya campuran rasa, ada cinta, cemburu, benci sekaligus, lalu antara terkejut dan takut, dan lainnya.
• Mampu mengenali perpindahan diantara emosi. Misalnya dari rasa bangga menjadi malu, dari rasa bahagia menjadi sedih, dari rasa tersinggung menjadi rasa kagum.
Tahap 4. Pengarahan reflektif emosi untuk mempromosikan pengembangan emosi dan intelektual
Tahap terakhir ini juga terdiri dari empat hal, yaitu :
• Mampu untuk tetap terbuka untuk rasa menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
• Mampu melibatkan diri atau menarik diri secara reflektif dari suatu emosi dengan mendasarkan pada pertimbangan adanya informasi atau kegunaan.
Mampu memantau emosi secara reflektif dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain.
• Mampu mengelola emosi dalam diri sendiri dan orang lain dengan mengurangi emosi negatif dan memperbesar emosi positif, tanpa menambahkan atau melebih-lebihkan informasi yang menyertainya.
Ciri-Ciri Kecerdasan Emosi
• Tahan terhadap frustasi
• Mampu memotivasi diri
• Mampu mengendalikan diri
• Tidak berlebihan dalam kesenangan
• Stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir
• Berempati dan berdoa
Contoh Kasus
• Andi seorang mahasiswa psikologi di suatu perguruan tinggi negeri tidak dapat melanjutkan kuliahnya dikarenakan kekurangan biaya.
Dalam kasus ini, Andi dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi apabalia ia dapat mengendalikan diri terhadap keadaan yang menimpanya, sehingga ia mampu memotovasi dirinya untuk bangkit dari keadaanya. Meskipun terasa berat tapi ia tetap mampu mengendalikan pikirannya untuk mencari jalan keluar dari permasalahannya ini, mungkin dengan ia bekerja untuk menutupi kebutuhannya, walaupun memerlukan pengorbanan dan kerja keras tapi ia tidak merasa putus asa karena nasib yang telah menimpa dirinya, bahkan ia mampu memotivasi dirinya untuk melanjutkan cita-citanya. Apabila Andi berhasil menghadapi keadaannya dengan baik, maka ia dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi, karena Andi memiliki cirri-ciri orang yang meiliki kecerdasan emosi, diantaranya: Tahan terhadap frustasi, Mampu memotivasi diri, Mampu mengendalikan diri, Stress terhadap keadaannya tidak meyebabkan kemampuan berpikirnya melemah.
• Malas belajar
Salah satu karakteristik emosi adalah mempengaruhi persepsi, motivasi, pikiran, dan tindakan. Jelas dalam kasus malas belajar faktor kecerdasan emosi sangat berperan besar, karena emosi mempengaruhi persepsi seseorang bagaimana ia memandang seberapa pentingkah ia belajar. Lalu emosi juga mempengaruhi motivasi, jelas disini emosi sangat memberikan peran yang sangat besar terhadap orang tersebut untuk memotivasi orang tersebut, yang akan merubah pikiran dan persepsinya terhdap belajar yang akan di salurkan dengan tindakan memahami belajar adalah sebagai suatu kebutuhan bukan sekedar kewajiban. Dikarenakan, apabila seseorang mengangap belajar hanyalah sebuah kewajiban maka secara sadar atau pun tidak sadar kita sering melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dengan kata lain kita sering meninggalkan kewajiban. Tetapi apabila kita mempersepsikan belajar adalah sebagai sebuah kebutuhan maka kita akan mengejarnya. Seperti apa yang dimaksudkan Maslow dalam teori kebutuhannya, manusia akan berusaha mencapai dan mengejar kebutuhan yang ingin dicapainya, karena dalam teori maslow tujuan manusia adalah untuk mencapai aktualisasi diri, dimana dalam mencapai aktualisasi diri ada tahapan-tahapan yang harus dicapainya. Salah satu cara untuk mencapai tahapan itu adalah dengan rajin belajar.
C. Intelegensi
Kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
Ada beberapa teori mengenai intelegensi, diantarnya :
1. Teori Two- Faktor : Inteligensi terdiri dari faktor G (general factor) kecerdasan umum yang berfungsi dalam setiap aktivitas mental & faktor S (specific factors) kemampuan khusus seseorang : verbal, numerikal, mekanikal, perhatian, imajinasi, dll.(Charles Spearman). 2. Teori Primary Mental Abilities: inteligensi terdiri sekelompok faktor (primary Mental Abilities) :verbal comprehension,numerical, spasial visualization, perseptual ability, memory, reasoning & word fluency. (L.L Thurstone).
3. Teori Triarchis: menggambarkan proses berpikir Sebagai komponen yang diklasifikasikan menurut fungsi & sifat:
- Meta component: mengidentifikasi masalah, merencanakan, menunjukan perhatian dan memantau sejauh mana strategi yang dipilih tersebut bekerja.
- Performance component: melaksanakan strategi yang telah dipilih.
- Knowledge acquisition component : menyangkut perolehan pengetahuan (Sternberg).
Faktor yang mempengaruhi intelegensi:
- Bawaan (Gen/Keturunan)
- Lingkungan (hereditas)
Contoh Kasus
Manakah yang lebih pintar menurut anda, Albert Einstein, Myke Tyson atau Mozart?
Dalam kasus ini, kita tidak bisa sertamerta membandingkan seorang ilmuan dengan seorang olahragawan serta musisi.
David wechsler mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Dengan kata lain ketiga orang diatas bisa dikatakan paling pintar, karena mereka telah menempatkan kemampuannya dalam bidang yang mereka kuasai dan menguasainya secara efektif.
Permasalahannya dari kasus diatas, dipandang dari aspek mana yang dimaksudkan untuk menentukan kepintaran diantara ketiga orang tersebut? Karena Einstein sebagai seorang ilmuan yang telah menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan keilmuan dikatakan sebagai ilmuan yang pintar bahkan jenius, sedangkan Myke Tyson sebagai seorang olahragawan dibidang tinju dikatakan pintar juga dalam bidangnya seperti halnya Einstein, karena Tyson mengolah kemampuannya dengan baik di bidangnya tersebut, serta Mozart sebagai seorang musisi yang cerdaspun telah mengolah kemampuannya dibidangnya dengan sangat baik. Jadi dalam permasalahan kasus diatas kita tidak bisa mengatakan salah satu dari ketiga orang tersebut adalah yang paling pintar, karena mereka semua adalah orang yang pintar dan ahli dibidangnya masing-masing. Andaikan penilaian diambil dalam segi keilmuan tentulah Einstein orang yang paling pintar, tetapi apabila penilaian diambil dalam segi olahraga tinju tentulah Einstein atau Mozart yang kalah dibandingkan dengan Tyson, demikian juga bila penilaian diambil dalam segi seni tentulah mozart orang yang paling pintar diantara ketiga orang diatas. Sebagaimana pendapat David wechsler di atas, orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengolah dan menguasai lingkungannya secara efektif. Dengan demikian ketiga orang tersebut adalah orang yang cerdas dan pintar karena mereka mampu mengolah dan menguasai lingkungannya masing-masing secara efektif.
D. Memori
Kemampuan untuk menyimpan informasi sehingga dapat digunakan dimasa yang akan datang. Apabila informasi yang telah disimpan tidak dapat dipanggil kembali atau perlu waktu untuk mengingatnya kembali, berarti terjadi apa yang dinamakan dengan lupa.
Teori-teori lupa
1. Decay Theory
Memory menjadi semakin aus dengan berlalunya waktu dan bila tidak digunakan (tidak diulang kembali) “reaharsal”. Menurut teori ini, sebuah informasi yang telah disimpan didalam memory apabila tidak digunakan, informasi itu akan sulit dipanggil kembali. Karena meenurut teori ini memory akan semakin aus dengan berlalunya waktu.
2. Interference Theory
Informasi yang telah disimpan dalam Long Term Memory terganggu oleh informasi lain.
Menurut teori ini,sebuah informasi yang telah disimpan di Long Term Memory akan sulit dipanggil kembali karena terganggu oleh informasi-informasi lain (baru).
3. Retrieval Failure
Kegagalan untuk mengingat mungkin terjadi karena tidak adanya petunjuk yang memadai.
Menurut teori ini, kegagalan untuk memanggil kembali sebuah informasi yang telah disimpan di karenakan tidak adanya petunjuk, maksudnya saat kita menerima sebuah informasi, kita tidak membuat petunjuk untuk mengarahkan kepada informasi tersebut, seperti dengan mengaitkan informasi tersebut dengan sesuatu yang bermakna bagi kita.
4. Motivated Forgetting Theory: orang cenderung melupakan hal-hal yang tidak menyenangkan/kurang bermakna.
Menurut teori ini, seseorang akan melupakan sebuah informasi apabila saat dia menerima informasi tersebut, dia merasa informasi tersebut tidak/kurang bermakna bagi dirinya, sehingga ia sengaja atau tidak sengaja tidak menyimpan informasi tersebut dengan baik.
5. Gangguan Fisiologis
Setiap penyimpangan informasi akan disertai berbagai perubahan fisik otak yang disebut dengan engram. Gangguan pada enggram akan mengakibatkan lupa.
Upaya Meningkatkan Kemampuan Ingatan
• Retrieval (pengulangan)
Dengan melakukan pengulangan-pengulangan terhadap sebuah informasi, diharapkan informasi tersebut dapat tersimpan dengan baik, sehingga saat kita membutuhkan informasi tersebut, kita dapat memanggil informasi tersebut.
• Informasi yang akan diingat harus mempunyai hubungan dengan hal lain. Konteks (peristiwa, tempat, nama, perasaan tertentu) memegang peranan penting.
Sebuah informasi agar mudah dipanggil kembali saat kita membutuhkan informasi tersebut, diharapkan saat menerima informasi tersebut sebelum kita menyimpannya di Long Term Memory diharapkan informasi tersebut dihubungkan dengan hal-hal yang mempunyai peranan penting dalam diri kita.
• Mengorganisasi informasi sedemikian rupa sehingga dapat diingatkan kembali.
Saat menerima sebuah informasi diharapkan kita mengorganisasi informasi tersebut dengan baik, agar saat kita ingin memanggil kembali informasi tersebut kita tidak kesusahan untuk mengingatnya.
Contoh Kasus
Sering terjadi kasus dimana kita lupa terhadap nama seseorang padahal kita telah mengenal orang tersebut.
Kasus seperti ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dimana seseorang yang telah kita kenal sebelumnya, kita lupa siapa namanya. Hal ini terjadi dianataranya diakibatkan pada saat kita menerima informasi dalam hal ini namanya, kita tidak menyimpan dan mengorganisasikannya dengan baik, ataupun karena pada saat itu kita merasa bahwa orang tersebut tidak berarti bagi kita, sehingga kita cenderung untuk melupakannya. Seperti halnya orang yang lupa terhadap janji yang telah diucapkannya, sama seperti kasus diatas, karena ia merasa janji yang di ucapkannya kurang berarti baginya sehingga ia cenderung melupakan janjinya.
Penutup
Manusia untuk mampu hidup dalam sebuah situasi kemasyarakatan, harus mampu memahami keadaan-keadaan yang terjadi dalam situasinya tersebut. Persepsi, membantu manusia untuk memahami bagaimana cara menginterpretasikan suatu stimulus dengan baik, bagaimana ia mampu mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya. Kecerdasaan emosi seseorang sangat berperan penting dalam hasil dari penginterpretasiannya. Kemampuan menyimpan sebuah informasi yang sangat baik harus mampu dikuasai agar segala sesuatu informasi yang telah didapatkan dapat dipanggil kembali saat dibutuhkan. Segala kemampuan trersebut harus dimiliki karena satu sama lain saling membutuhkan. Penginterpetasian ditopang keadaan emosi orang tersebut, seteleh berhasil menginterpretasikan hal tersebut, memori berusaha menyimpan data tersebut dengan baik agar tidak terjadi apa yang disebut dengan lupa. Persepsi seseorang mampu merubah kehidupan orang tersebut karena persepsi seseorang merupakan hasil dari interpretrasinya terhadap lingkungan ataupun keadaan yang ada. Dalam hal ini kecerdasan emosipun ikut berperan penting agar terciptanya suatau interpretasi yang baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Followers

Blogroll

About